TERUMBU KARANG

Kali ini saya akan membagikan makalah yang pernah saya tulis mengenai "Terumbu Karang". Semoga bermanfaat...



 BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
Terumbu karang adalah salah satu ekosistem tertua yang secara ekonomi dan biologi sangat penting di dunia Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang.
Berdasarkan hasil penelitian pada tahun 1998, luas terumbu karang Indonesia adalah 42.000 km2 atau 16,5 % dari luasan terumbu karang dunia yaitu seluas 255.300 km2 dengan 70 genera dan 450 spesies. Terumbu karang dan segala kehidupan yang terdapat di dalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang bernilai tinggi. Manfaat yang terkandung di dalam ekosistem terumbu karang sangat besar dan beragam, baik manfaat langsung dan manfaat tidak langsung.
Terumbu karang memiliki peranan sebagai sumber makanan, habitat biota-biota laut yang bernilai ekonomis tinggi. Nilai estetika yang dapat dimanfaatkan sebagai kawasan pariwisata dan memiliki cadangan sumber plasma nutfah yang tinggi. Selain itu juga dapat berperan dalam menyediakan pasir untuk pantai, dan sebagai penghalang terjangan ombak dan erosi pantai. Menurut Sawyer (1992)  dalam Dahuri (2003) bahwa terumbu karang diidentifikasi sebagai sumberdaya yang memiliki nilai konservasi yang tinggi karena memiliki keanekaragaman biologis yang tinggi, keindahan, dan menyediakan cadangan plasma nutfah. Lebih lanjut dikatakan bahwa oleh Ruinteenbeek dalam Sawyer (1992) dalam Dahuri (2003) bahwa nilai ekonomi terumbu karang diperkirakan setengah dari nilai ekonomi hutan tropis basah, yaitu sebesar AS $ 1.500 km2 pertahun.
 Sumber daya terumbu karang dan ekosistemnya merupakan kekayaan alam bernilai tinggi, sehingga diperlukan pengelolaan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Terumbu karang merupakan rumah bagi 25% dari seluruh biota laut dan merupakan ekosistem di dunia yang paling rapuh dan mudah punah. Oleh karena itu pengelolaan ekosistem terumbu karang demi kelestarian fungsinya sangat penting.
Kekayaan nilai dalam ekosistem terumbu karang menyumbang manfaat yang sangat besar dan beragam dalam pembangunan kelautan. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan pembangunan suatu daerah maka eksploitasi sumberdaya alam termasuk sumberdaya terumbu karang dan ekosistemnya yang dilakukan secara besar-besaran tanpa mempertimbangkan kelestariannya akan berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan hidup masyarakat di sekitar terumbu karang berada, termasuk sumberdaya terumbu karang itu sendiri dan eksosistimnya.
Pemerintah daerah dan masyarakat di sekitar kawasan terumbu karang berada merupakan kalangan yang paling berkepentingan dalam pemanfaatannya. Sebaliknya, kalangan ini pula yang akan menerima akibat yang timbul dari kondisi baik maupun buruknya ekosistem ini. Oleh karena itu pengendalian kerusakan terumbu karang sangat diperlukan untuk menjaga kelestarian fungsi ekosistem yang sangat berguna bagi kehidupan masyarakat pesisir.
Diperlukan upaya di tiap tingkat kebijakan (daerah hingga nasional) maupun tiap komponen (pengelola, pemanfaat, dan pihak terkait lainnya) untuk menjaga dan melestarikan keberadaan sumberdaya terumbu karang dan ekosistimnya, di samping upaya menghentikan laju degradasi terumbu karang sehingga degradasi terumbu karang sehingga tidak semakin luas. Kesemuanya dilakukan dalam rangka menunjang pembangunan kelautan yang berkelanjutan.

1.2.       Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini yaitu:
1.    Apa pengertian terumbu karang?
2.    Bagaimana ciri-ciri ekologis terumbu karang?
3.    Bagaimana penyebaran terumbu karang di Indonesia?
4.    Apa saja fungsi dan manfaat terumbu karang?
5.    Apa saja ancaman yang dihadapi ekosistem terumbu karang?
6.    Bagaimana pengelolaan terumbu karang di Indonesia?
                                                                        
1.3         Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk :
  1. Menjelaskan pengertian terumbu karang.
  2. Menjelaskan ciri-ciri ekologis terumbu karang.
  3. Menjelaskan penyebaran terumbu karang di Indonesia.
  4. Menjelaskan fungsi dan manfaat terumbu karang.
  5. Menjelaskan ancaman yang dihadapi ekosistem terumbu karang.
  6. Menjelaskan pengelolaan terumbu karang di Indonesia.

1.4         Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah metode kepustakaan karena isi atau pembahasan dalam makalah ini didapatkan dari sumber buku atau literatur dan internet yang menjadi bahan tambahan dalam pembuatan makalah ini.
 


BAB II
EKOSISTEM TERUMBU KARANG

2.1     Pengertian Terumbu Karang
Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium karbonat di laut yang dihasilkan terutama oleh hewan karang. Karang adalah hew an tak bertulang belakang yang termasuk dalam Filum Coelenterata. Satu individu karang atau disebut polip karang memiliki ukuran yang bervariasi mulai dari yang sangat kecil 1 mm hingga yang sangat besar yaitu lebih dari 50 cm. Namun yang pada umumnya polip karang berukuran kecil. Polip dengan ukuran besar dijumpai pada karang yang soliter (Timotius, 2003).

2.2     Ciri-Ciri Ekologis Terumbu Karang
Terumbu karang hanya tumbuh baik di perairan tropis dan subtropis yang dangkal, hangat, dan jernih sehingga cahaya matahari dapat menembus dasar perairan dan dapat dipergunakan dalam proses fotosintesis oleh berbagai macam alga seperti alga bersel satu, alga koralin, alga hijau Halimeda, dan alga merah (Gelidium, Gracillaria). Terumbu karang merupakan ekosistem laut yang paling produktif dan paling tinggi keragaman hayatinya, sehingga dapat dikatakan sebagai “hutan tropiknya kawasan laut”.
Sebagai sebuah ekosistem, meskipun hewan karang (corals) ditemukan di seluruh perairan dunia, tetapi hanya di daerah tropis terumbu karang dapat berkembang dengan baik. Menurut Burke et.al., (2002) bahwa karang ditemukan mulai dari perairan es di Artik dan Antartika, hingga ke perairan tropis yang jernih. Namun, terumbu karang dengan dinding megahnya dan rangka baru kapur yang sangat besar, hanya ditemukan disebagian kecil perairan sekitar khatulistiwa. Dalam jalur tropis, faktor biologi, kimiawi, dan iklim dapat mendukung tercapainya keseimbangan yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup karang pembentuk terumbu.
Pertumbuhan karang dan penyebarannya tergantung pada kondisi lingkungannya, yang pada kenyataannya tidak selalu tetap karena adanya gangguan yang berasal dari alam atau aktivitas menusia. Menurut Dahuri (1996) bahwa terumbu karang terdapat pada lingkungan perairan yang agak dangkal. Untuk mencapai pertumbuhan yang maksimum, terumbu karang memerlukan perairan yang jernih, dengan suhu perairan yang hangat, gerakkan gelombang besar dan sirkulasi air yang lancar serta terhindar proses sedimentasi. Menurut Bengen 2002) bahwa faktor-faktor fisik lingkungan yang berperan dalam perkembangan terumbu karang adalah sebagai berikut ;
(1) Suhu air >18 oC, tapi bagi perkembangan yang optimal diperlukan suhu rata-rata  tahunan berkisar 23 – 35 oC, dengan suhu maksimal yang masih dapat ditolerir berkisar antara 36 – 40 oC.
(2) Kedalaman perairan < 50 m, dengan kedalaman bagi perkembangan optimal pada 25 m atau kurang.
(3) Salinitas air yang konstan berkisar antara 30 – 36 ‰.
(4) Perairan yang cerah, bergelombang besar dan bebas dari sedimen.

Tipe-tipe terumbu karang:
Gambar 1. Tipe-tipe terumbu karang

Karang atau disebut polip memiliki bagian-bagian tubuh terdiri dari:
1. mulut dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi untuk   menangkap mangsa dari perairan serta sebagai alat pertahanan diri.
2. rongga tubuh (coelenteron) yang juga merupakan  saluran pencernaan (gastrovascular).
3. dua lapisan tubuh yaitu ektodermis dan endodermis yang lebih umum disebut gastrodermis karena berbatasan dengan saluran pencernaan. Di antara kedua lapisan terdapat jaringan pengikat tipis yang disebut mesoglea. Jaringan ini terdiri dari sel-sel, serta kolagen, dan mukopolisakarida. Pada sebagian besar karang, epidermis akan menghasilkan material guna membentuk rangka luar karang. Material tersebut berupa kalsium karbonat (kapur). Bertempat di gastrodermis, hidup zooxanthellae yaitu alga uniseluler dari kelompok Dinoflagelata, dengan w arna coklat atau coklat kekuning-kuningan.

Zooxanthellae adalah alga dari kelompok Dinoflagellata yang bersimbiosis pada hewan, seperti karang, anemon, moluska dan lainnya. Sebagian besar zooxanthella berasal dari genus Symbiodinium. Jumlah zooxanthellae pada karang diperkirakan > 1 juta sel/cm2 permukaan karang, ada yang mengatakan antara 1-5 juta sel/cm2. Meski dapat hidup tidak terikat induk, sebagian besar zooxanthellae melakukan simbiosis Dalam asosiasi ini, karang mendapatkan sejumlah keuntungan berupa :
1. Hasil fotosintesis, seperti gula, asam amino, dan oksigen
2. Mempercepat proses kalsifikasi yang menurut Johnston terjadi melalui skema:
a. Fotosintesis akan menaikkan PH dan menyediakan ion karbonat lebih banyak
b. Dengan pengambilan ion P untuk fotosintesis, berarti zooxanthellae telah menyingkirkan inhibitor kalsifikasi.

Bagi zooxanthellae, karang adalah habitat yang baik karena merupakan pensuplai terbesar zat anorganik untuk fotosintesis. Sebagai contoh Bytell menemukan bahw a untuk zooxanthellae dalam Acropora palmata suplai nitrogen anorganik, 70% didapat dari karang (lihat Tomascik et al. 1997). Anorganik itu merupakan sisa metabolisme karang dan hanya sebagian kecil anorganik diambil dari perairan. Bagaimana zooxanthellae dapat berada dalam karang, terjadi melalui beberapa mekanisme terkait dengan reproduksi karang. Dari reproduksi secara seksual, karang akan mendapatkan zooxanthellae langsung dari induk atau secara tidak langsung dari lingkungan. Sementara dalam reproduksi aseksual, zooxanthellae akan langsung dipindahkan ke koloni baru atau ikut bersama potongan koloni karang yang lepas.
Berdasarkan jumlah senyawa karbon yang dihasilkan per satuan waktu, terumbu karang memiliki produktivitass yang tinggi. Hal ini terbukti dari perbandingan produktivitas berbagai tipe ekosistem sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut.
 
   
2.3. Penyebaran Terumbu Karang di Indonesia
 
 Gambar 2. Penyebaran Terumbu Karang di Indonesia

Sebagian besar terumbu karang dunia  (55%) terdapat Indonesia, Pilipina, Australia Utara dan Kepulauan Pasifik, 30% di Lautan Hindia dan Laut Merah. 14% di Karibia dan 1% di Atlantik Utara. Terumbu karang Indonesia yang mencapai 60.000 km2 luasnya, sebagian besar berada di Indonesia bagian tengah, Sulawesi, Bali dan Lombok, Irian Jaya, Pulau Jawa, Kepulauan Riau dan pantai Barat Sumatera.
2.4. Fungsi dan Manfaat Terumbu Karang
a. Terumbu karang dapat melindungi berbagai biota dari ancaman predator dan merupakan tempat berkembang biak bagi mereka. Struktur kapur yang keras dan beragam merupalan tempat yang sangat sesuai bagi sejumlah besar biota laut seperti ikan, bulu babi, bintang laut, berbagai macam Crustacea, Mollusca, dan invertebrata lainnya.
b. Sejumlah ikan pelagis bergantung pada keberadaaan terumbu karang pada masa larvanya.
c. Terumbu karang juga merupakan habitat bagi sejumlah spesies yang terancam punah seperti kima raksasa (Tridacna gigas) dan penyu laut.
d. Pada saat air laut surut, dataran terumbu karang merupakan tempat mencari makan burung air.
e. Terumbu karang dapat berfungsi sebagai pelindung pantai dari erosi.
f. Pada siang hari, zooxanthellae dan alga lain menghasilkan oksigen yang diperlukan bagi semua makhluk hidup di bumi.
g. Membantu mengurangi pemanasan global di bumi.
h. Merupakan sumber perikanan yang produktif.
i. Bisa dikembangkan sebagai wisata bahari.
j. Sebagai bahan bangunan pengganti batu bata.

 2.5. Ancaman yang Dihadapi Ekosistem Terumbu Karang
Beberapa faktor potensial yang dapat merusak terumbu karang menurut Santoso (2008) yaitu:
a. Aktifitas Daratan
Beberapa aktifitas daratan yang merusak ekosistem terumbu karang antara lain, pemasukan nutrien atau bahan pencemar ke laut yang melebihi ambang batas, intensifikasi pertanian di DAS hulu, akan meningkatkan laju erosi tanah dan sedimentasi ke laut, sedimentasi karena pengundulan hutan, tumpahan minyak serta buangan dari kapal atau industri di sekitar pantai, kegiatan pembangunan di pesisir seperti kegiatan reklamasi, power plant, dll).
b. Over-Fishing and Over-Exploitation
Peningkatan penangkapan ikan pemakan algae akan menyebabkan konsentrasi algae di sekitar/dpermukaan karang menjadi tinggi sehingga menggangu proses fotosintesa dari karang.
c. Praktek Penangkapan Ikan yang Merusak
Pengunaan bahan berbahaya atau beracun seperti cyanide dan racun dapat merusak karang dalam skala yg luas.
d. Vessel Groundings and Anchoring
Metode penambatan kapal dengan jangkar berpotensial merusak terumbu karang.
e. Wisata Bahari yang Merusak
Aktivitas wisata bahari seperti penyelam juga memberikan kontribusi terhadap laju kerusakan akibat jangkar perahu atau terinjak penyelam pemula.
g. Tidak ada Ekosistem Mangrove
Jika tidak ada ekosistem mangrove yang efektif menyerap sedimen tanah, maka proses sedimentasi ini akan menutupi permukaan karang sehingga karangnya mati.
i. Pemanasan Global
Pemanasan global akan menyebabkan suhu perairan meningkat di atas ambang batas kebutuhan terumbu karang. Fenomena ini oleh banyak ahli diyakini sebagai penyebab pemutihan kerang (coral bleaching).

2.6. Pengelolaan Terumbu Karang di Indonesia
Suatu pengelolaan yang baik adalah yang memikirkan generasi mendatang untuk dapat juga menikmati sumberdaya yang sekarang ada. Dengan demikian dalam pengelolaan terumbu karang haruslah mempertimbangkan hal sebagai berikut) :
Pertama, melestarikan, melindungi, mengembangkan, memperbaiki dan meningkatkan kondisi atau kualitas terumbu karang dan sumberdaya yang terkandung di dalamnya bagi kepentingan seluruh lapisan masyarakat serta memikirkan generasi mendatang. Kedua, mendorong dan membantu pemerintah daerah untuk menyusun dan melaksanakan program-program pengelolaan sesuai dengan karakteristik wilayah dan masyarakat setempat serta memenuhi standar yang ditetapkan secara nasional berdasarkan pertimbanganpertimbangan daerah yang menjaga antara upaya ekploitasi dan upaya pelestarian lingkungan. Ketiga, mendorong kesadaran, partisipasi dan kerjasama/kemitraan dari masyarakat, pemerintah daerah, antardaerah dan antar instansi dalam perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan terumbu karang. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka dalam pengelolaan terumbu karang diperlukan strategi sebagai berikut:
1. Memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung bergantung pada pengelolaan terumbu   karang :
a. Mengembangkan mata pencaharian alternatif yang bersifat berkelanjutan bagi masyarakat    pesisir.
b. Meningkatkan penyuluhan dan menumbuhkembangkan keadaan masyarakat akan tanggung jawab dalam pengelolaan sumberdaya terumbu karang dan ekosistemnya melalui bimbingan, pendidikan dan penyuluhan tentang ekosistem terumbu karang.
c. Memberikan hak dan kepastian hukum untuk mengelola terumbu karang bagi mereka yang memiliki kemampuan.
2. Mengurangi laju degradasi kondisi terumbu karang yang ada saat ini :
a. Mengidentifikasi dan mencegah penyebab kerusakan terumbu karang secara dini.
b. Mengembangkan program penyuluhan konservasi terumbu karang dan mengembangkan  berbagai alternatif mata pencaharian bagi masyarakat lokal yang memanfatakannya.
c. Meningkatkan efektifitas penegakan hukum terhadap berbagai kegiatan yang dilarang oleh hukum seperti pemboman dan penangkapan ikan dengan Cyanide.
3. Mengelola terumbu karang berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi, pemanfaatan dan status hukumnya:
a. Mengidentifikasi potensi terumbu karang dan pemanfaatannya.
b. Menjaga keseimbangan antara pemanfaatan ekonomi dan pelestarian lingkungan.

Teknologi Transplantasi Terumbu Karang Buatan
a. Terumbu karang buatan
Metode sederhana ini adalah dengan menengelamkan struktur bangunan di dasar laut agar dapat berfungsi seperti terumbu karang alami sebagai tempat berlindung ikan. Dalam jangka waktu tertentu, struktur yang dibuat dengan berbagai bahan seperti struktur beton berbentuk kubah dan piramida, selanjutnya membantu tumbuhnya terumbu karang alami di lokasi tersebut. Dengan demikian, fungsinya sebagai tempat ikan mencari makan, serta tempat memijah dan berkembang biak berbagai biota laut dapat terwujud.
 
b. Pencangkokan
Metode ini dikenal dengan transplantasi. Dengan memotong karang hidup, lalu ditanam di tempat lain yang mengalami kerusakan diharapkan dapat mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak dan dapat pula dipakai untuk membangun daerah terumbu karang baru yang sebelumnya tidak ada. Bibit karang yang sering digunakan pada uji coba transplantasi ini adalah dari genus Acropora yang terdiri dari A tenuis, A austera, A formosa, A hyacinthus, A divaricata, A nasuta, A yongei, A aspera, A digitifera, A valida, dan A glauca. Hal tersebut diperkirakan karena spesies-spesies tersebut memiliki cabang yang kecil dan mudah rapuh. Berdasarkan pertambahan tinggi masing-masing karang tersebut, setelah berumur satu bulan pertambahan tinggi terbesar dialami oleh Acropora yongei (rata-rata 0,4 cm), sedangkan pertambahan tinggi terkecil dialami Acropora digitifera, yakni 0,1 cm.

c. Mineral Accretion
Metode ini dikembangkan oleh Thomas J. Goreau and Wolf Hilbertz seorang ahli biologi dari AS 2). Mereka mengkaitkan terumbu karang pada bronjong-bronjong kawat baja yang dialiri listrik DC (direct current) dengan voltage rendah. Aliran listrik yang mengalir melalui kawat baja tesebut diharapkan dapat merangsang percepatan pertumbuhan karang. Hasil dari transplantasi model ini ternyata lebih cepat 3-5 kali dibanding cara transplantasi cara biasa.


BAB III
PENUTUP

3.1     Kesimpulan
1.      Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium karbonat di laut yang dihasilkan terutama oleh hewan karang.
2.      Faktor-faktor fisik lingkungan yang berperan dalam perkembangan terumbu karang adalah suhu air, kedalaman perairan, salinitas air, perairan yang cerah, bergelombang besar, dan bebas dari sedimen.
3.      Sebagian besar terumbu karang dunia  (55%) terdapat Indonesia, Pilipina, Australia Utara dan Kepulauan Pasifik, 30% di Lautan Hindia dan Laut Merah, 14% di Karibia, dan 1% di Atlantik Utara.
4.      Fungsi dan manfaat terumbu karang yaitu melindungi berbagai biota dari ancaman predator, sejumlah ikan pelagis bergantung pada keberadaaan terumbu karang pada masa larvanya, habitat bagi sejumlah spesies yang terancam punah, merupakan tempat mencari makan burung air, sebagai pelindung pantai dari erosi, menghasilkan oksigen, membantu mengurangi pemanasan global, merupakan sumber perikanan yang produktif, bisa dikembangkan sebagai wisata bahari, dan sebagai bahan bangunan pengganti batu bata.
5.      Ancaman yang dihadapi ekosistem terumbu karang yaitu aktifitas daratan,  over-fishing and over-exploitation, praktek penangkapan ikan yang merusak, vessel groundings and anchoring, wisata bahari yang merusak, tidak ada ekosistem mangrove, pemanasan global.
6.      Pengelolaan terumbu karang di Indonesia antara lain dengan cara memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung bergantung pada pengelolaan terumbu karang, mengurangi laju degradasi kondisi terumbu karang, mengelola terumbu karang berdasarkan karakteristik ekosistem, dan penggunaan teknologi transplantasi terumbu karang buatan.



DAFTAR PUSTAKA

Bengen, D.G. 1999. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir (sinopsis). Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB.

Dahuri, R. 2000. Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan untuk Kesejahteraan Masyarakat. LISPI.
           Jakarta.

Santoso, Dwi Arif dan Kardono. 2008. J. Tek. Ling Vol. 9 No. 3 Hal. 121-226 Jakarta, September 2008 ISSN 1441-318X Teknologi Konservasi dan Rehabilitasi Terumbu Karang Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Suharsono, 1998. Distribusi, Metodologi dan Status Terumbu Karang di Indonesia. Konperensi Nasional I Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Indonesia. PKSPL. IPB

Timotius, Silvianita. 2003. Makalah Trining Course: Karekteristik Biologi Karang. http://www.terangi.or.id/publications/pdf/biologikarang.pdf, diakses 6 Maret 2015.

Tomascik, T.A.J. Mah, A. Nontji. And M.K. Moosa. The ecology of Indonesian seas. Periplus eds Part I & II. 1388

Walters, J.S. 1994. Properly right and participatory coastal management in the Philippines and Indonesian Coastal Management in Tropical Asia. 3: 20-24.





0 komentar:

Posting Komentar