Proses perubahan dalam komunitas yang
berlangsung menuju ke satu arah secara teratur disebut suksesi. Suksesi terjadi
sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik dalam komunitas atau ekosistem.
Proses suksesi berakhir dengan sebuah komunitas atau ekosistem yang disebut
klimaks. Apabila suatu komunitas telah mencapai klimaks, maka berarti tercapai
homeostatis (keseimbangan).
Proses suksesi dapat dibedakan menjadi
suksesi primer dan suksesi sekunder. Suksesi primer terjadi bila komunitas asal
terganggu. Gangguan ini mengakibatkan hilangnya komunitas asal tersebut secara
menyeluruh (total), sehingga di tempat komunitas asal itu terbentuk habitat
baru atau subtrat baru. Pada habitat baru ini tidak ada lagi organisme yang
membentuk komunitas asal yang tertinggal (Riberu, 2002).
Contoh:
letusan G. Krakatau pada tahun 1883, tanah longsor, endapan lumpur, dan
lain-lain. Pada subtrat yang baru ini akan berkembang suatu komunitas yang baru
pula. Proses pergantian komunitas lama secara total dengan komunitas baru
disebut suksesi primer.
Suksesi sekunder apabila dalam suatu
ekosistem alami mengalami gangguan, baik secara alami ataupun buatan (karena
manusia), dan gangguan tersebut tidak merusak total tempat tumbuh organisme
yang ada sehingga dalam ekosistem tersebut substrat lama dan kehidupan lama
masih ada. Contohnya gangguan alami misalnya banjir, gelombang laut, kebakaran,
angin kencang, dan gangguan buatan seperti penebangan hutan dan pembakaran
padang rumput dengan sengaja.
Faktor
yang mempengaruhi proses suksesi, yaitu :
1.
Luasnya habitat asal yang mengalami kerusakan
2.
Jenis-jenis tumbuhan di sekitar ekosistem yang terganggu
3.
Kecepatan pemancaran biji atau benih dalam ekosistem tersebut
4.
Iklim terutama arah dan kecepatan angin yang membawa biji, spora, dan benih
lain serta curah hujan yang sangat berpengaruh daam proses perkecambahan.
5. Jenis
substrat baru yang terbentuk
Contoh suksesi secara riil di Kalimantan
Selatan salah satunya terjadi di Desa Hinas Kiri, Kecamatan Batang Alai Timur,
Kab. Hulu Sungai Tengah. Suksesi yang terjadi berupa suksesi sekunder, yaitu
banjir bandang yang terjadi pada akhir tahun 2013. Desa Hinas Kiri terletak sekitar
35 km dari Kota Barabai dengan waktu tempuh sekitar 1,5 jam. desa ini berada
pada jajaran Pegunungan Meratus Kalimantan Selatan.
Suksesi ini termasuk suksesi alami
karena berasal dari bencana alam. Namun, jika ditelusuri lagi pada penyebabnya,
maka ada keterlibatan tangan-tangan manusia yang tidak bertanggung jawab.
Contohnya penebangan pohon untuk pembukaan jalan dan lahan, pengambilan
batu-batu kali dan pasir di sungai, dan diruntuhnya gunung-gunung batu.
Pembelajaran yang berhubungan
dengan suksesi ini bisa dimasukkan dalam materi pembelajaran kelas VII Semester
genap (KTSP).
Standar Kompetensi:
“Memahami saling
ketergantungan dalam ekosistem”
Kompetensi
Dasar:
“Mengaplikasikan peran manusia dalam pengelolaan
lingkungan untuk mengatasi pencemaran dan kerusakan lingkungan”
Strategi
pembelajaran: Problem
Based Learning (PBL)
Pendekatan
pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning / PBL) adalah konsep
pembelajaran yang membantu guru menciptakan lingkungan pembelajaran yang
dimulai dengan masalah yang penting dan relevan (bersangkut-paut) bagi peserta
didik, dan memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang lebih
realistik (nyata).
Pengajaran
berdasarkan masalah ini telah dikenal sejak zaman John Dewey. Menurut Dewey
(2009), belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dan
respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan
memberikan masukan kepada peserta didik berupa bantuan dan masalah, sedangkan
sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga
masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari
pemecahannya dengan baik.
Pembelajaran
Berbasis Masalah melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran yang aktif,
kolaboratif, berpusat kepada peserta didik, yang mengembangkan kemampuan pemecahan masalah
dan kemampuan belajar mandiri yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dalam
kehidupan dan karier, dalam lingkungan yang bertambah kompleks sekarang ini.
Pembelajaran Berbasis Masalah dapat pula dimulai dengan melakukan kerja
kelompok antar peserta didik. peserta didik menyelidiki sendiri, menemukan
permasalahan, kemudian menyelesaikan masalahnya di bawah petunjuk fasilitator
(guru).
Pembelajaran
Berbasis Masalah menyarankan kepada peserta didik untuk mencari atau menentukan
sumber-sumber pengetahuan yang relevan. Pembelajaran berbasis masalah
memberikan tantangan kepada peserta didik untuk belajar sendiri. Dalam hal ini,
peserta didik lebih diajak untuk membentuk suatu pengetahuan dengan sedikit
bimbingan atau arahan guru sementara pada pembelajaran tradisional, peserta
didik lebih diperlakukan sebagai penerima pengetahuan yang diberikan secara
terstruktur oleh seorang guru.
Jadi, pengaplikasian
strategi pembelajaran ini di sekolah yaitu dengan membawa para siswa ke
lapangan berupa tempat-tempat yang menunjukkan berbagai kerusakan lingkungan
akibat suksesi. Berbagai kerusakan ini dijadikan sebagai masalah yang akan dibahas
dan dicarikan solusinya oleh para siswa.
Tahap tingkah laku guru:
Tahap-1
Orientasi peserta didik pada masalah. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, guru mengajak siswa ke lingkungan untuk melihat fenomena yang berhubungan dengan suksesi, memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.
Orientasi peserta didik pada masalah. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, guru mengajak siswa ke lingkungan untuk melihat fenomena yang berhubungan dengan suksesi, memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.
Tahap-2
Mengorganisasi peserta didik untuk belajar. Guru membantu peserta didik untuk mendefinisikan dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
Tahap-3
Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok. Guru mendorongpeserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, guru membagikan LKS sesuai fenomena, melaksanakan pengamatan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
Tahap-4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Guru membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, makalah, slogan, poster, dan lain-lain.
Tahap-5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan merekadan proses-proses yang mereka gunakan.
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan merekadan proses-proses yang mereka gunakan.
DAFTAR RUJUKAN
Riberu, Paskalis. 2002.
Pembelajaran Ekologi. Jurnal Pendidikan
Penabur - No.01 / Th.I / Maret 2002. Jakarta: UNY Press.
0 komentar:
Posting Komentar