REVIEW TULISAN “MENYIKAPI BUMI YANG MAKIN PANAS” (Mochamad Arief Soendjoto, Banjarmasin Post, 07 Juni 2000:4)



Jika memperhatikan tulisan “Menyikapi Bumi yang Makin Panas” ini, kiranya kita sangat setuju bahwa kerusakan di muka bumi ini akibat ulah umat manusia. Keadaan bumi yang makin panas dapat dirasakan di berbagai daerah. Tidak hanya dirasakan pada kota besar seperti Banjarmasin, tetapi juga sudah dirasakan oleh masyarakat di kota-kota kecil bahkan pedesaan. Global warming, adalah frasa yang tepat untuk menggambarkan apa yang akan kita bahas kali ini.
Secara singkat, global warming atau pemanasan global adalah peningkatan suhu rata-rata permukaan bumi. Benar jika dikatakan bahwa penyebab utama terjadinya pemanasan global adalah pembakaran bahan bakar fosil seperti gas alam, minyak bumi, dan batubara. Hal ini senada dengan temuan dari kelompok peneliti yang disebut dengan International Panel on Climate Change (IPCC) yang menyatakan bahwa beberapa jenis gas rumah kaca bertanggung jawab langsung terhadap pemanasan yang kita alami, dan manusialah kontributor terbesar dari terciptanya gas-gas rumah kaca tersebut. Kebanyakan dari gas rumah kaca ini dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar fosil pada kendaraan bermotor, pabrik-pabrik modern, peternakan, serta pembangkit tenaga listrik.
 Penurunan populasi tumbuhan akibat penambangan terbuka juga merupakan penyebab pemanasan global. Benar adanya jika dikatakan bahwa egoisme manusia merupakan penyebab kerusakan lingkungan. Banyak dari kita yang hanya memikirkan kenyamanan pribadi. Dengan iming-iming peningkatan kesejahteraan hidup, kita rela membiarkan ratusan bahkan ribuan pohon ditebang untuk keperluan penambangan, pabrik, dan permukiman. Bukankah kesejahteraan itu juga untuk anak cucu kita kelak? Bukan hanya untuk kenikmatan sesaat yang hanya dapat kita rasakan sendiri. Alangkah baiknya seandainya kita menyisakan sedikit saja kesempatan bagi mereka untuk merasakan asri dan sejuknya pepohonan.
Pada dasarnya, efek rumah kaca membantu agar temperatur bumi tetap hangat meski berada di tengah-tengah ruang angkasa yang dingin. Tanpa keberadaan gas rumah kaca, bumi akan menjadi terlalu dingin untuk ditinggali karena tidak adanya lapisan yang mengisolasi panas matahari. Sebagai perbandingan, planet mars yang memiliki lapisan atmosfer tipis dan tidak memiliki efek rumah kaca memiliki temperatur rata-rata -32oC. Kontributor terbesar pemanasan global saat ini adalah karbon dioksida (CO2), metana (CH4) yang dihasilkan agrikultur dan peternakan, nitrogen oksida (NO) dari pupuk, dan gas-gas yang digunakan untuk kulkas dan pendingin ruangan (CFC).
Rusaknya hutan-hutan yang seharusnya berfungsi sebagai penyimpan CO2 juga makin memperparah keadaan ini karena pohon-pohon yang mati akan melepaskan CO2 yang tersimpan di dalam jaringannya ke atmosfer. Setiap gas rumah kaca memiliki efek pemanasan global yang berbeda-beda. Beberapa gas menghasilkan efek pemanasan lebih parah dari CO2. Sebagai contoh sebuah molekul metana menghasilkan efek pemanasan 23 kali dari molekul CO2. Molekul NO bahkan menghasilkan efek pemanasan sampai 300 kali dari molekul CO2. Gas-gas lain seperti chlorofluorocarbons (CFC) ada yang menghasilkan efek pemanasan hingga ribuan kali dari CO2.
Dapat dikatakan bahwa global warming merupakan ancaman terbesar planet bumi. Mengapa? Faktanya, pemanasan global berdampak langsung pada terus mencairnya es di daerah kutub utara dan kutub selatan. Es di Greenland yang telah mencair hampir mencapai 19 juta ton. Volume es di Artik pada musim panas 2007 hanya tinggal setengah dari yang ada 4 tahun sebelumnya. Pemanasan global juga menyebabkan meningkatnya level permukaan laut, perubahan iklim cuaca yang semakin ekstrim, dan habisnya gletser yang turut mengancam ketersediaan sumber air bersih dunia.
Sangat setuju jika dikatakan bahwa hal pertama yang harus dilakukan adalah tindakan nyata. Banyak tindakan nyata yang bisa dilakukan diantaranya dengan membatasi emisi karbondioksida dan menanam lebih banyak pohon. Peneliti dari Louisiana Tech University menemukan bahwa setiap acre pepohonan hijau dapat menangkap karbon yang cukup untuk mengimbangi emisi hasil dari mengendarai sebuah mobil selama setahun. Selain itu, dapat pula dibiasakan untuk mendaur ulang (recycle) dan menggunakan ulang (reuse). Menggunakan alat transportasi alternatif juga merupakan salah satu tindakan nyata untuk mengurangi emisi karbon, misalnya dengan bersepeda.
Intinya, berubahlah! Solusi-solusi yang telah dipaparkan tidak akan berarti jika hanya dijadikan bahan bacaan semata tanpa tindakan nyata. Jadilah contoh nyata bagi lingkungan dan orang-orang di sekitar kita. Contoh dan praktik yang kita berikan sangat penting untuk menginspirasi banyak orang lainnya untuk turut berubah. Berikanlah informasi kepada orang-orang di sekitar kita sehingga mereka dapat mengerti arti konsekuensi dari pola hidup selama ini. Berikanlah mereka dorongan untuk mencoba pola hidup mulia yang akan menyelamatkan planet kita tercinta ini.

0 komentar:

Posting Komentar